Sabtu, 07 Maret 2009

SEJARAH BAHASA INDONESIA

Disadur dari bukunya Suwardi Notosudirjo Etimologi pengetahuan bahasa Indonesia cetakan 3


Bahasa Indonesia asalnya dari bahasa Melayu Kuno. Menurut hasil penelitian sejarah, bahasa Indonesia asalnya dari bahasa Melayu Kuno yang berbentuk kesusastraan atau berbentuk tulisan. Salah satu contoh yang dapat kita jadikan bukti yaitu munculnya berbagai prasasti-prasasti yang bahasanya bahas Melayu Kuno dengan tulisan huruf Pallawa pada zaman kerajaan Sriwijaya [1].

Dibawah ini salah satu kutipan dari prasasti tersebut tetapi sudah ditranskripsikan dengan huruf Latin.

“nipahat diwelanya yang wala Crivijaya kaliwat menapik yang bhumi Java tida bhakti ka Crivijaya” (Dipahat di waktunya tentara Sriwijaya telah menyerang yang tanah Jawa tidak takluk ke Sriwijaya).

Dengan adanya kutipan ini menerangkan bahwa prasasti itu dipahat pada masa tentara Sriwijaya telah menyerang tanah Jawa Yang tidak takluk, jadi kita menarik kesimpulan bahwa asal mulanya bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Kuno[2].

Bahasa Melayu Kuno ini pada zaman Sriwijaya tersebar ke daerah-daerah kekuasaannya, seperti Minangkabau, pulau Bangka dan Melaka. Hal ini disebabkan karena adanya serangan dari kerajaan-kerajaan luar yang membuat juga kerajaan sriwijaya lemah dan akhirnya runtuh. Malaka pada waktu itu dikuasai oleh Siam (Muang Thai) yang memerdekakan diri pada tahun 1400 M. rajanya berasal dari keturunan Paramesyawara yaitu Mahmud Syah. Pada zaman ini kesusastraan Melayu bukan Melayu Kuno lagi. Setelah Mahmud Syah wafat maka digantikan oleh puteranya yaitu Riayat Syah II yang mendirikan lagi negeri baru di Johor dan merintis kembali kesusastraan Melayu yang bahasanya Melayu Johor.

Kemudian pada tahun 1641 M. Malaka direbut oleh Belanda yang berkuasa di nusantara, dalam perhubungannya dengan raja-raja dan rakyat nusantara, Belanda dengan resmi menggunakan bahasa Melayu. Namun dengan kesehariannya mereka menggunakan bahasa campuran yakni bahasa Melayu, daerah setempat dan bahasa asing yang sudah dikenalnya. Bahasa campuran ini disebut bahasa pasaran yang mungkin diasosiasikan dengan keadaan pasar.

Pada tahun 1908 M. tersebarnya surat-surat kabar swasta dan Balai Pustaka serta wartawan-wartawan bangsa Indonesia yang membantu memperluas dan meningkatkan bahasa Melayu. Hal ini tidak dapat dipisahkan dengan timbulnya pejuang nasional yang dirintis oleh Budi Utomo. Kemudian disusul oleh pergerakan-pergerakan pemuda dari berbagai daerah yang tergabung dalam Indonesia Muda. Dalam kongres pemuda yang ke-II di Jakarta pada tahun 1928 diputuskan bahwa putera-puteri Indonesia

Ø Berbangsa satu yaitu bangsa Indonesia

Ø Berbahasa satu yaitu bahasa Indonesia

Ø Bertanah air satu yaitu tanah air Indonesia

Peristiwa ini terkenal sebagai Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Disinilah secara rersmi bahasa Melayu ditahbiskan menjadi bahasa Indonesia. Kata Dr. A. Teeuw, saat itulah hari “baptisnya” bahasa Indonesia[3]. Setelah perintisan bahasa Indonesia timbullah problem karena hanya pengakuan sepihak saja yakni pihak bangsa Indonesia. Sedangkan pemerintah Belanda masi menyebutnya bahasa Melayu. Lagi pula bahasa Indonesia ini belum tersebar kemana-mana dalam arti belum diaplikasikan oleh kaum terpelajar.

Pada masa pendudukan Jepang, bahasa Indonesia yang belum dewasa ini serentak harus diaplikasikan di kantor-kantor, di sekolah-sekolah, baik swasta maupun pemerintah diseluruh nusantara wajib menggunakan bahasa Indonesia dan belajar bahasa Jepang serta melarang belajar bahasa Belanda dan Inggris.

Pada zaman kemerdekaan, sesuai surat keputusan 19 Maret 1947 Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Mr. Soewandi menyederhanakan ejaan Ch. A. van Ophuysen yakni “OE” dijadikan “U” dua huruf diganti dengan satu huruf dengan alasan bahwa satu fonim digambar dengan satu huruf atau lambang. Namun penerapannya baru dimulai pada tahun 1948. sejak tanggal 17 Agustus 1972, Pemerintah mengeluarkan peraturan ejaan sebagai penyempurnaan terhadap ejaan Suwandi, ejaan ini disebut ejaan yang disempurnakan (EYD). Dalam ejaan ini yang penting adalah perubahan “TJ” menjadi “C” dan “DJ” menjadi “J” sebab kedua-duanya memenuhi perinsip fonologi[4]. Adapun perubahan-perubahan lainnya hanya merupakan akibat dari perubahan lambang tersebut.

Kongres Bahasa Indonesia ke-I tahun 1938 di Solo, bertujuan meletakkan dasar-dasar Bahasa Indonesia dan kongres ke-II di Medan 1947 bertujuan menyempurnakan tatabahasa dan ejaan Bahasa Indonesia. Kemudian kongres yang ke-III tanggal 28 Oktober sampai dengan 3 November 1978 di Jakarta bertujuan memantapkan kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia dalam hubungannya dengan bahasa daerah dan bahasa asing, mengembangkan segala sektor masyarakat untuk meningkatkan Bahasa Indonesia, dan mencari jalan supaya generasi muda bergairah untuk mengaplikasikannya dengan baik serta meningkatkan mutu Bahasa Indonesia.



[1] Suwardi Notosudirjo, pengetahua bahasa Indonesia etimologi cet. 3, Jakarta: Mutiara 1981 hal. 13

[2] Op.cit

[3] Ibid hal. 15.

[4] Ibid hal. 16.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar